Kepala MTs, M. Aufa mengapresiasi kegiatan pelatihan jurnalistik. |
Alhimna.com
- MTs Al-Wathoniyyah Bugen, Telogosari Wetan, Pedurungan, Semarang menggelar
Journalism Workshop On School bertema “Goreskan Pena, Tambahkan Kreativitasmu”
berlangsung di aula madrasah, Sabtu (26/1) kemarin.
Kegiatan
yang diinisiasi tim Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) Universitas Wahid Hasyim
(Unwahas) Semarang itu diikuti 150 peserta.
Selain 150 santri yang merupakan perwakilan
15 kelas juga dihadiri Dosen Pembimbing Lapangan (DPL), dewan guru dan karyawan.
Hadir sebagai narasumber Syaiful Mustaqim, Kontributor NU Online.
Kepala
madrasah, M. Aufa mengatakan bahwa kegiatan jurnalistik itu sangat penting
sehingga dulu sudah ada sebelum masehi.
“Jurnalistik
zaman dulu awalnya berbentuk majalah dinding yang ada di tahun 44 sebelum
masehi. Isinya pengumuman proses hukum yang terjadi di masa kerajaan Romawi,”
kata Aufa.
Di
masa itu, terang keponakan KH Haris Sadaqah disebut dengan istilah georganilis.
Di
masa sekarang ini lanjutnya juga kegiatan jurnalistik juga masih penting.
Apalagi program itu sejalan dengan visi-misi madrasah.
Madrasah yang menyatu dengan kompleks Pesantren Al-Itqon itu visi besarnya
membentuk generasi khaira ummah (umat terbaik).
Ratusan santri khidmat mengikuti pelatihan jurnalistik di MTs. |
Pihaknya
melanjutkan sebagai khoira ummah harus menjalankan 4 prinsip. “Saya
menyingkatnya T, T, I, T,” jelas kiai muda yang mukim di Genuk Semarang ini.
Prinsip
pertama, tawasuth, moderat. Diartikannya di beraliran kanan paling benar
sendiri. Dan tidak juga beraliran kiri.
Kedua,
prinsip tawazun, harmoni. “Seimbang antara dunia dan akhirat,” papar alumnus
UIN Walisongo ini.
Adapun
prinsip ketiga disebutkannya harus i’tidal, lurus. “Jadi santri harus punya
filter. Sehingga harus mampu menyaring mana yang baik dan buruk.”
Terakhir,
tasamuh, toleransi. Indonesia terdiri dari beragam suku dan harus hidup
berdampingan. Dalam lingkup madrasah papar Aufa antara kesiswaan dan siswa
harus menunjukkan sikap toleran meski berbeda pandangan maupun urusan.
Kepada
ratusan muridnya pihaknya mengingatkan dengan mengutip salah satu isi kode
jurnalistik, bahwa jurnalis tidak boleh membuat berita bohong, sadis, dan
cabul.
“Untuk
itu setelah mengikuti pelatihan ini kalian harus mampu membuat tulisan yang
baik dan benar,” pungkasnya.
Hal
lain diungkapkan DPL Unwahas, Ghufron Hamzah. Menurut Ghufron sebagaimana
mengutip Imam Syafii, ilmu itu seperti hewan buruan. “Karenanya kita mesti
mengikatnya dengan tulisan,” tandasnya. (ip)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar