Alhimna.Com - Unisnu Jepara bekerja sama dengan Gusdurian
Jepara menggelar Bedah Buku “Merindu Gus Dur” berlangsung di Auditorium
Pascasarjana Unisnu Jepara, Jalan Taman Siswa Tahunan (Pekeng) Jepara, Jumat siang (28/9/2018)
kemarin.
Kegiatan
yang dilaksanakan dalam rangka Hari Perdamaian Dunia dan Diseminasi Hasil
Pengabdian Masyarakat Unisnu Jepara itu dihadiri oleh 4 narasumber yakni Inayah
Wahid (Putri Gus Dur), Greg Vanderbilt (akademisi asal Amerika Serikat), Kalis
Mardiasih (penulis) dan Rektor Unisnu, Sa’dullah Assaidi.
Putri
Gus Dur, Inayah Wahid dalam paparannya mengatakan buku yang dibedah tersebut ialah
ide sederhana yang jadi luar biasa dan patut diapresiasi. Buku “Merindu Gus Dur”
sebutnya menggunakan judul yang kekinian.
Perempuan
bernama lengkap Inayah Wulandari itu memaparkan ide-ide yang semacam menerbitkan
buku memang diharapkan oleh keluarga Gus Dur.
Dirinya
mengaku di banyak pertemuan Jaringan Gusdurian banyak gap antara generasi old
(dulu) dan generasi now (sekarang) yang tidak tau tentang Gus Dur. Usia
seumuran dia juga banyak yang tak paham Gus Dur.
“Taunya
Gus Dur itu presiden. Gus Dur itu Presiden yang liburnya panjang.” Begitu contoh-contoh
pernyataan soal Gus Dur yang diterimanya. Di Sumatera lanjutnya malah sama
sekali banyak yang tidak tahu Gus Dur.
Sehingga
dari buku yang terbit itu merupakan upaya menghadirkan Gus Dur lewat buku-buku.
“Ini adalah wujud memunculkan Gus Dur dalam bentuk buku-buku,” tandas Inayah.
Gus
Dur sebagaimana pandangan saudaranya Alissa Wahid. “Gus Dur adalah samudera semakin
dalam yang kita baca juga akan banyak yang kita dapat.”
Kesempatan
itu ia menilai dari membaca buku tersebut seolah-seolah membayangkan berbagai
sudut pandang. Dari pandangan pribumisasi islam hingga konsep perempuan. Tetapi
menurutnya masih jarang yang mengaitkan dengan kaum mustadafin misalnya kendeng
dan konflik agraria.
“Karena
yang dibela Gus Dur selama ini tidak ada hubungannya dengan beliau,” paparnya.
Kembali
kepada buku yang dibedah; yang mengupas sunni dan syiah setelah dibaca biodata
penulis, yang nulis orang syiah. Baginya itu wajar. “Yang menulis
tentang perempuan ternyata aktivis perempuan,” sarannya tentang buku itu.
Selain
mengapresasi, di akhir paparannnya ia memberikan PR agar buku itu bisa dibaca
di seluruh Indonesia. Hal itu sejalan perbincangannya pekan lalu dengan
kedutaan Kanada. Satu hal yang dibahasnya ialah soal critical thinking.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar