Alhimna.Com - Nadzam istighatsah tiryaq al mujarrab yang dikarang
oleh Syekh Mahmud Muhtar Asserboni merupakan salah satu kitab yang dikarang
seorang alim dari Cirebon, Jawa Barat.
Menurut salah satu cerita, kitab itu dikarang Syekh
usai menulis kitab biografi Syekh Abdul Qadir Al Jilani. Kiai yang terkenal
mengarang banyak kitab itu mendapat ilham dari Allah kemudian muncullah kitab
tersebut.
Meski muda ia sudah dipanggil Syekh. Konon yang
memberikan panggilan itu ialah KH Masduki (Lasem). Panggilan Syekh yang
diberikan Kiai Masduki tidak asal-asalan. Kenapa demikian? Meski terbilang
masih muda ia tergolong orang yang pintar dan mempunyai banyak karamah.
Apa saja karamah-karamahnya? Syekh Mahmud bisa
dihilang juga bisa melipat bumi. Pada zaman PKI menurut cerita saat mengusir
mereka hanya dengan batang pohon pisang yang fungsinya seperti sebilah pisau.
Karamah lain yang dirasakan oleh santri ialah
menjelang Syekh wafat. Para santri tua dipanggil Syekh untuk bersama-sama
mengaji kitab Jamius Shagir. Anehnya Syekh dan para santri sama-sama menghadap
qiblat. Ini sebagai firasat bahwa tak lama kemudian Syekh benar-benar dipanggil
Allah SWT.
Tentang Tiryaq
Kiai Ali Subhan yang merupakan salah satu muridnya
menuturkan bahwa Tiryaq adalah satu bentuk istighatsah. Bentuk tawasul kawula
(abd) kepada gusti (Allah).
Kiai muda yang mulai mengaji kepada Syekh sejak 1991
lalu menjelaskan tawasul yang dimaksud, di dalam kitab itu tawasul ditujukan
mulai kepada nabi, malaikat, sahabat, wali kutub, wali abdal hingga wali autad.
Siapa pun yang punya hajat, kata kiai yang mukim di
desa Sinanggul kecamatan Mlonggo kabupaten Jepara itu bisa mengamalkannya.
Karena kitab ini diijazahkan untuk kalangan umum.
“Bagi yang punya hajat silakan dalam satu majelis
membaca tiryaq 7 hingga 21 kali,” kata Kiai Ali di rumahnya, Jumat (4/5/2018).
Yang patut diingat, jika ingin mendawamkan (kontinyu)
maka pembaca harus yakin, bahwa dengan husnudlon kepada Allah SWT bagi yang
membaca atau sekadar membawanya pada saat bepergian akan senantiasa bersih
hatinya juga mendapat rahmat serta berkah dari Allah.
Fadlilah Istighatsah
Di antara fadlilah mengamalkan istighatsah itu akan
disenangi dan semakin berwibawa (punya charisma) di hadapan orang lain.
Fadlilah lain di hati akan memancar ilmu makrifat serta ilmu hikmah.
Ditambahkan kiai yang lahir di Jepara, 13 November
1969 itu Allah akan mengutus rijalul ghaib yang akan selalu menjaga baik saat
tidur maupun saat beraktivitas.
![]() |
Kiai Ali Subhan santri Syekh Mahmud dari Jepara. (Foto: Alhimna.Com) |
Dengan wasilah (lantaran) nabi dan aulia, pendawam
istighatsah itu juga akan dibukakan pintu ekonomi dan rezeki. “InsyaAllah
menjadi kaya tanpa menggantungkan orang lain.” tandasnya.
Adapun fadlilah yang lain diberikan pertolongan Allah
untuk menaklukkan musuh baik yang berupa jin maupun manusia, dijauhkan dari
balak serta bencana juga dikabulkan tujuan dan hajatnya sekaligus akan diampuni
dosa dan InsyaAllah husnul khatimah.
Jejak Syekh di Jepara
Semasa masih hidup Syekh Mahmud pengasuh pesantren
Darul Ulum Asyariah Cirebon terbilang sering mampir ke Jepara. Di antara ulama
Jepara yang pernah ditemuinya ialah KH Muchlisul Hadi, KH Ahmad Kholil, KH
Baidlowi, KH Sahil dan sejumlah kiai-kiai yang lain.
Kerawuhan beliau ke Jepara bukan hanya sekadar mampir
tetapi pernah pula mengaji kitab Bukhari di salah satu kiai yang dikunjunginya
tersebut.
Kiai Ali Subhan yang juga merupakan guru MA
Annawawiyah merupakan salah satu yang meneruskan jejak Syekh di Jepara. Waktu
masih di pondok ia mendawamkan istighatasah itu setiap hari selepas shalat
Ashar.
Sepulang dari pondok ia berinisiatif mendawamkan di
kampungnya. Mulai tahun 1999 sampai sekarang di kampungnya desa Sinanggul
kecamatan Mlonggo kabupaten Jepara dirutinkan membaca tiryaq setiap malam Senin
dan malam Rabu. Itu dilakukan di mushalla kampung serta di pesantren yang
dikelolanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar