![]() |
Para ibu shalat jamaah dengan khusyuk. (Foto : Republika) |
“Dari
Abu Hurairah ra, ia berkata,
Telah datang kepada Nabi Muhammad saw
seorang lelaki buta, kemudian ia berkata, 'Wahai Rasulullah, aku tidak punya
orang yang bisa menuntunku ke masjid, lalu dia mohon kepada Rasulullah saw agar diberi keringanan dan cukup
shalat di rumahnya.' Maka Rasulullah saw memberikan keringanan kepadanya.
Ketika dia berpaling untuk pulang, beliau memanggilnya, seraya berkata, 'Apakah
engkau mendengar suara adzan (panggilan) shalat?', ia menjawab, 'Ya.' Beliau
bersabda, 'Maka hendaklah kau penuhi (panggilan itu)’.” (HR. Muslim)
Pada hadits tersebut kita
dapat ketahui
Rasulullah saw tetap mewajibkan kepada lelaki yang buta untuk
tetap mendirikan sholat berjam’ah di masjid.
Namun, rasanya perintah-perintah tersebut
saat ini mulai ditinggalkan oleh umat Islam. Yang masih memiliki
penglihatan normal, yang masih memiliki jiwa dan raga yang sehat, yang
masih mampu
mendengar suara adzan, namun tak mampu beranjak menuju masjid untuk melaksanakan
sholat berjama’ah di masjid.
Bayang pun, seseorang yang buta saja
oleh Rasulullah saw diwajibkan untuk menunaikan shalatnya di masjid. Bagaimana
dengan kita yang masih memiliki kondisi fisik yang sempurna tanpa cacat sedikit pun? Pasti jauh lebih
diwajibkan.
Lantas bagaimanakah sebenarnya para ulama memandang hukum
dari shalat berjama’ah di masjid?
Mengenai hukum shalat berjama’ah di masjid, para ulama’ memberikan pendapat
yang berbeda-beda. Imam Bukhari dalam kitab haditsnya menyatakan bahwa shalat berjama’ah di masjid oleh
kaum laki-laki hukumnya wajib.
Hal tersebut didasarkan dari hadits Nabi SAW
yang memberikan ancaman tegas bagi siapa-siapa saja yang tidak menunaikan shalat berjama’ah di masjid.
Bahkan, yang lebih keras adalah pendapat dari
Ibnu Qayyim yang mengatakan bahwasanya shalat berjama’ah di masjid
merupakan syarat sah shalat bagi laki-laki baligh, layaknya shalat Jum’at yang harus
dikerjakan secara berjama’ah.
Hasan Al-Bashri juga mengatakan bahwa ketika
orang tua menganjurkan kepada anaknya untuk tidak menunaikan sholat berjama’ah
di masjid karena ditakutkan terjadi hal-hal yang tak diingingkan, beliau
mengatakan jangan ikuti anjuran orang tua tersebut.
Berbeda halnya dengan pendapat dari Ibnu Hajar dan
Imam Syafi’i. Beliau
berpendapat bahwasanya shalat berjama’ah di masjid hukumnya adalah sunnah
muakaddah, sunnah yang yang sangat dianjurkan. Dan mayoritas ulama’
bersepakat dengan pendapat tersebut yang menyatakan bahwa hukum shalat berjama’ah di masjid
adalah sunnah muakaddah.
Wallahu a’lam, hanya Allah lah yang
mengetahui atas segala hal. Meskipun pada beberapa ulama’ terdapat perbedaan
ijtihad tentang hukum sholat berjama’ah di masjid. Namun, kita semua ketahui
bahwasanya Nabi SAW sangat menganjurkan kepada kita untuk menunaikan sholat
secara berjama’ah di masjid.
Karena pada shalat berjama’ah itu sendiri
ada banyak keutamaan-keutamaan yang bisa kita raih. Seperti shalat berjama’ah fadhillahnya
lebih besar 27 kali dibanding shalat sendirian.
Langkah kita ke masjid akan menghapuskan dosa
kita dan mengangkat derajat kita. Dimuliakan oleh Allah dan dinaungi pada saat
hari kiamat nanti, dan berbagai macam keutamaan-keutamaan yang bisa kita raih
dengan melaksanakan shalat berjama’ah.
Lantas, masihkah kita akan menyia-nyiakan kesempatan
emas ini untuk kita dapatkan? Wallahua’lam bis Shawwab. Semoga kita senantiasa
berada pada jalan-nya yang lurus dan benar hingga ajal menjemput kita. Maka,
yuk kita ramaikan masjid! (*)
__Afi Tarim, Mahasiswa S1 Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) UIN
Maulana Malik Ibrahim Malang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar