![]() |
KH Nawawi saat mmberikan mauidlah hanasah. [Foto: M. Zulfa] |
Alhimna.Com - Tugas
profetik yang diemban ulama sesuai dengan hadits populer “al-ulama waratsatu
al-Anbiya” berat untuk dilaksanakan. Tak sembarang orang mampu
mengerjakannya. Namun tugas mulia ini harus menjadi tanggung jawab ulama. Salah
satu tugas itu adalah menjadi penjaga perdamaian.
Inilah mengapa haflah dan akhirussanah
Pesantren Darul Falah Besongo Semarang ini mengangkat tema “Meneruskan Estafet
Perjuangan Ulama dengan Perdamaian”. Bertempat di halaman musholla
Raudlatul Jannah, Sabtu (12/5/2018) pengasuh pesantren KH Imam Taufiq mewisuda
34 santri putri.
Ritual tahunan seperti ini memang menjadi
kekhasan pesantren di Indonesia. Dalam konteks ini, respon pesantren Besongo
merespon hal kekinian.
Dengan mengangkat tema haflah kali ini
sebenarnya ingin menampilkan wajah santri yang mampu menghadirkan kedamaian,
kenyamanan, keamanan, keselamatan adem ayem (tenang dan tentram) di bumi.
Hal ini pula relevan dengan visi yang diusung pesantren “Berakhlak Mulia
dengan Kompetensi Keagamaan dan Kecakapan Hidup yang Andal”.
Bahwa teroris sejatinya adalah tidak mungkin
lahir dari agama apa pun tetapi adanya dari pikiran yang rusak, hati yang keras
dan jiwa yang menang sendiri.
“Al-irhabu la yumkinu an yakuna walid al-adyan
wainnama huwa walidun aqliyyatun fasidatun waqulubun qasiyah wanufusun mutakabbirah.” Pernyataan ini penting untuk menggarisbawahi bahwa
terorisme bukan bagian dari agama yang mengedepankan keramahan dan kesantunan.
Dalam mauidlahnya KH Nawawi At-Tamjani menyampaikan
bahwa sebagai muslim perlu memiliki 3 ras. Ras pertama adalah waras.
Kewarasan akal dan badan menjadi penting untuk dijaga agar mampu berkelakuan
dengan kesehatan logika.
Ras kedua yaitu yang mampu mencari beras. Ras
yang ketiga yakni semangat dan kerja keras.
![]() |
Prosesi wisuda santri oleh pengasuh. (Foto; M. Zulfa) |
Hal ini merupakan landasan penting dalam
mengambil intisari dari ayat al-Mujadilah: 11. Terdapat proses panjang untuk
meraih dan mendapatkan derajat yang tinggi.
Bahkan yang penting adalah proses untuk
beriman dan memiliki ilmu. Sedangkan yang penting bahwa keduanya dijalankan
terlebih dahulu.
Maka, dalam teksnya kata “darajat” ditaruh
diakhir, ini menunjukkan bahwa derajat yang kita dapatkan dalam akhir proses. Selain
itu, Kiai Nawawi mendoakan agar alumni menjadi sosok penebar damai.
“Tradisi musawah (kesetaraan) penting
dihadirkan di dunia dengan adanya kebersamaan dimulai dari kita (pondok
pesantren) sendiri,” tegas Kiai Taufiq.
Kesetaraan menjadi pondasi penting untuk
membangun komunikasi di masyarakat. Tradisi ini sedari awal ditanamkan di
pesantren.
Pesantren yang memiliki 350 santri
putra-putri ini mengajarkan kesamaan kitab, tema dan isu yang sama, pengurus
kombinasi antara laki-laki dan perempuan dan hal-hal lain.
Musawah ini harus menjadikan kesetaraan
menjadi kebersamaan. Sehingga nantinya santri ketika pulang menjadi muslim yang
mampu menjaga saudara muslimnya selamat atas ucapan dan tindakannya. (mz)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar