
Alhimna.Com - Sebutan
kiai menjadi penanda penting bagi kehidupan keislaman di Jawa bahkan Indonesia.
Mereka ini penjaga gawang moral beragama dan berbangsa.
Jamal Makmur Asmani mengategorikan menjadi
tiga bagian; ulama lentera hati, sang pencerah hati dan sang pencerah gagasan.
Gagasan ini ditulis dalam buku berjudul “Mereguk Kearifan Para Kiai”.
Pengurus Wilayah (PW) Rabithah Ma’ahid
Islamiyyah (RMI) Nahdlatul Ulama (NU) Jawa Tengah membedah bersama sekretaris
PWNU KH. M. Arja Imroni dan KH. Abu Rokhmad MUI Jateng, Jamal Makmur Asmani penulis
buku dengan dimoderatori Mukhamad Zulfa berlangsung di Kantor RMI NU Jateng,
Ahad (15/4/2018).
Buku ini menjadi penting ditulis untuk
memberikan inspirasi bagi generasi muda agar bisa meneladani para tokoh. Jamal
memberikan argumentasi kenapa buku ini hadir, bahwa seorang kiai / ulama harus
memiliki kapasitas keilmuan yang bagus dan mampu membuka mata hati santrinya. Berikutnya
memiliki kemauan dan kemampuan untuk berijtihad dalam mencari ilmu.
Kiai Arja mengapresiasi atas terbitnya buku
ini. Secara garis besar beliau mengungkapkan kiai-kiai yang ada ini mereka
menghormati kearifan lokal, memiliki pengetahuan keagamaan baru berdakwah,
berhati-hati dalam mengambil keputusan hukum dan tradisi saling menghormati
antar kiai.
Selain itu Arja mengingatkan bahwa sekarang
ini santri banyak yang meninggalkan cara menjadi seorang murid yang baik.
Terdapat 8 cara menjadi santri yang baik
pertama, menjadi pendengar dengan sungguh-sungguh dan baik (istima’). Kedua,
menerima apa yang ditangkap (qobul).
Ketiga, mampu
mengidentifikasi perkara (tashawwur), memiliki kemampuan memahami
perkara (tafahhum), sanggup menerangkan sebuah masalah (ta’lil),
bisa mencari dalil sendiri (istidlal), sanggup mengerjakan ilmu (amal)
dan mampu menyebarkan ilmunya (an-nasyr).
Kiai Abu Rokhmad menceritakan bahwa kiai-kiai
kuno itu selalu mendoakan santri-santrinya. Begitu pula dengan tokoh-tokoh yang
ada dalam buku ini.
Dalam bahasa pesantren terdapat hubungan hati
yang kuat (alaqah batiniyyah). Dalam buku ini baiknya kiai-kiai yang
dikenal secara nasional penting kita dokumentasikan selain itu perlu juga ada
kiai-kiai kampung yang perlu diabadikan.
“Setiap zaman ada kiainya dan setiap kiai ada
zamannya,” tegas Kiai Abu Rohmad.
Bahwa kiai memiliki kekhasan masing-masing
yang berbeda dengan satu dengan yang lainnya. Beliau-beliau ini memiliki
dimensi yang tak bisa diperkirakan para santrinya. Bisa jadi kontribusi dan
gagasannya sesuai zaman dan tempatnya yang tak bisa dibandingkan satu dengan
yang lain.
Jamal Makmur yang juga aktif di Pengurus
Wilayah Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) berpesan pada hadirin. Bahwa
menulislah secara mengalir. Buku ini memang tak akan pernah habis
kekurangannya.
“Yang
penting ditulis terlebih dahulu. Akan tetapi bahan baku (referensi) harus
berkualitas,” tandas Jamal. [ip]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar