Penulis : M. Sulthan Fatoni
Penerbit : Imania
ISBN: 978-602-7926-22-6
Tebal : 210 halaman
Terbit : Maret 2015
Peresensi : Faried Wijdan, Alumnus Pondok
Pesantren Hadil Iman, MAPK Surakarta
Sumber : NU Online
Order : 085 640 033 625 (SMS/WA)
“Membela nasionalisme, nggak ada dalilnya,
nggak ada panduannya | membela Islam, jelas pahalanya, jelas contoh
tauladannya.”
“Hanya syariah dan khilafah yang mampu
menghapuskan kezaliman dan mengangkat penjajahan. Dan itu adalah tuntutan
iman.”
Dua pernyataan di atas adalah sebagian dari
cuitan Felix Yanuar Siauw di akun twitternya.
Ya, Felix Yanuar Siauw, barangkali adalah
salah satu sosok fenomenal di dunia maya abad 21 ini. Ia adalah seorang
motivator, penulis buku dan ustadz.
Di bio fanpagenya tertulis pengemban
dakwah, bersama yang menginginkan tegaknya syariah-khilafah. Jumlah pengikut (followers)
twitternya hampir 2 jutaan. Sudah lebih dari 3 jutaan penyuka (likers)
di Fanpage pribadinya, dan setiap posting di fanpage minimal dibagikan
1000-an pengguna FB.
Sebagai seorang motivator, dia pandai
mengelaborasikan pesan-pesan motivasional di dalam cerita dan gesturenya selalu
atraktif. Pendengar yang menyimak ceramah-ceramah motivasinya tidak
merasa digurui, namun malah terpikat, melongo, kadang sesenggukan haru.
Ia pandai menarasikan adegan-adegan peristiwa
dengan kata dan kalimat yang yahud. Ia mampu berceramah dengan bahasa generasi
gaul, bahasanya loe dan gue.
Setelah menuliskan duo buku
masterpiecenya, Yuk Berhijab dan Udah Putusin Aja!,
serta novel Muhammad Al Fatih, ia mulai ‘rada berani’ mengeluarkan pernyataan
di luar tupoksinya sebagai sosok motivator.
Ia bilang bahwa nasionalisme itu tidak ada
dalil dan panduannya, halal hukumnya memakai barang-barang bajakan karena hak
cipta hanyalah milik Allah (All rights reserved only by Allah), menjadi
wanita kuat, mandiri, dan indenpenden itu serem dan tidak baik.
Ia kadangkala juga menjelma menjadi seorang
pengamat ekonomi dan politik dengan mengeluarkan twit haramnya bekerja di bank
konvensional karena dikhawatirkan akan terkontaminasi debu-debu dosa riba, soal
dinamika politik di Mesir, penaikan harga BBM adalah termasuk penipuan dan
sebuah keharaman yang besar, dan lain-lain.
Yang menjadi trade mark pribadinya
adalah bahwa khilafah itu adalah bagian daripada pilar keimanan dan menegakkan
khilafah (di Indonesia) merupakan perintah Rasulullah Saw. Ia juga
menggugat-gugat dalil soal doa pergantian tahun, istikharah, puasa Tarwiyah,
ibadah di malam nishfu Sya’ban, dan amalan sunnah di Bulan Rajab.
Merespon beberapa pernyataan Felix Yanuar
Siauw di akun sosial medianya, Muhammad Sulton Fatoni, penulis Dear
Felix Siauw: Sekadar Koreksi Biar Nggak Salah Persepsi mencoba
mengoreksi pendapat kontroversi “Ustad Gaul” yang selalu berwawasan global dengan
wacana khilafahnya ini yang begitu mudah menentukan hukum.
Penulis menyuguhkan fakta-fakta fiqih yang
mengindonesia. Beberapa isu yang sempat jadi perdebatan publik ditanggapi
dengan paparan yang enggak kalah gaul.
Penulis menerapkan laku tawasau bil haq
kepada teman sesama Muslim. Laiknya teman akrab yang saling menyampaikan
nasihat dalam kerangka cinta, bukan kebencian.
Sebagaimana dalam bahasa Arab kata nasihat
juga bisa berarti khaatha, yaitu menjahit karena perbuatan penasihat
yang selalu menginginkan kebaikan orang yang dinasihatinya diibaratkan
memperbaiki pakaiannya yang robek.
Penulis sama sekali tidak menjatuhkan, men-underestimate pendapat-pendapat
Felix, namun menyajikan argumentasi dan dalil-dalil rajih demi kedamaian dan
kebaikan.
Penulis melakukan comprehensive
review, melihat kembali, menimbang atau menilai pendapat, statetement,
‘fatwa’ Felix Siauw dengan mengetengahkan sanggahan disertai referensi Al Quran
Hadis, kitab turats, kitab kuning babon dan muktabarah, data-data sejarah
(tawarikh al islam), teori-teori politik, sosial, ekonomi, dan lain-lain.
Di dalam buku ini, tidak ditemukan redaksi
bahasa yang menyerang dan menyakitkan hati. Penulis melakukan penilaian
secara jujur dan objektif. Beragam argumentasinya masuk akal dan logis. Bukan
asal mengkritik!
Thus, ini
sebuah tradisi mulia, menurut hemat peresensi, sebuah mekanisme kritik wacana vs
wacana, buku vs buku, dengan penyampaian dan pemaparan yang lugas, santun, dan
ilmiah.
Tidak saling memojokkan dan menjelekkan. Bak
pertarungan wacana antara Imam Al-Ghazali dengan Tahafut al-Falasifah-nya
dan Ibn Rusyd dengan Tahafut at-Tahafut-nya atau polemik
antara Bung Karno yang menulis Islam Sontoloyo dengan M. Natsir yang
berlangsung sepanjang tahun 1930 - 1935. Sebuah polemik asyik dan intelek
yang nyaris belum ada tandingan bobotnya dala sejarah polemik di
Indonesia.
Semoga buku bercover pink nan imut ini mampu
menjadi oase, Islamic Answers bagi remaja/ remaji generasi Y dan, Z
aktif di sosial media, ABG yang hidup di era transborder data
flows yang ingin mengetahui Islam yang sesungguhnya sehingga
tidak mudah terpengaruh oleh arus informasi tentang Islam yang banyak
berseliweran di dunia maya, alias tidak instan mengaji agama dari internet.
Buku ini berisi tentang keislaman dalam konteks
keindonesiaan. Positif untuk dibaca agar masyarakat tahu bahwa di bumi
Nusantara sudah sejak lama terjadi proses pengintegrasian antara fiqih dengan
kondisi sosial masyarakat, dan berlanjut dalam hukum Islam dengan hukum
nasional melalui sarana kebudayaan.
Inilah babak lanjutan dialog intensif yang
sebelumnya terjadi antara Islam dan kebudayaan Turki, Persia, India, Tiongkok,
dan lainnya. Disuguhi dengan fakta fiqih yang mengindonesia. Beberapa isu yang
sempat jadi perdebatan publik ditanggapi dengan paparan yang enggak kalah gaul.
Buku ini wajib dibaca setiap followers
Felix Siauw dan mereka yang “kurang setuju” dengan pendapat-pendapatnya. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar